DLHK Jelaskan, Pelepasan Kawasan Rantau Kasih Diatur UU Cipta Kerja 2020
Rabu, 25 Agustus 2021 - 23:30:57 WIB
 

TERKAIT:
   
 

PEKANBARU, detakriau.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau telah memfasilitasi penyelesaian konflik lahan, di Desa Rantau Kasih, Kecamatan Kampar Kiri Hilir, Kabupaten Kampar. 

Konflik lahan tersebut melibatkan masyarakat Desa Rantau Kasih dengan perusahaan PT Nusa Wana Raya (NWR). Dimana masyarakat dan petugas keamanan perusahaan sempat sama-sama mendirikan tenda di lokasi konflik. 

Dalam penyelesaian konflik tersebut, DLHK Riau menurunkan tim yang terdiri Kepala Seksi Pengaduan Dian Citra Dewi, dan Kepala Seksi Gakkum Agus  Suryoko untuk mendengar permasalahan dari sudut pandang masyarakat. 

Kemudian, tim melakukan konsolidasi ke pihak pemerintah setempat dalam hal ini Camat Kampar Kiri Hilir, Kepala Desa Rantau Kasih dan unsur Ninik Mamak, dan tokoh Desa Rantau Kasih, serta Polsek Kampar Kiri Hilir. 

Dalam konsolodasi tersebut masyarakat berharap agar ladang atau kebun yang saat ini dikelola masyarakat dapat dikeluarkan dari kawasan hutan. 

Karena itu, tim identifikasi dan verifikasi yang terdiri dari Pemkab Kampar, Pemprov Riau bersama dengan pihak perusahaan PT NWR akan turun ke lokasi untuk mendapatkan informasi, dan data kepemilikan penguasaan lahan yang ada di Desa Rantau Kasih. 

Terkait hal itu, Kepala Dinas LHK Provinsi Riau, Mamun Murod mengatakan, dalam  penyelesaian persoalan ini perlu dilakukan proses identifikasi dan verifikasi lapangan, dengan diawali dengan verifikasi administrasi.

Lebih lanjut Murod menjelaskan, untuk pengeluaran lahan dari kawasan hutan itu, sesuai harapan masyarakat Desa Rantau Kasih adalah Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). "Jadi bukan kewenanganan Pemprov Riau maupun perusahaan. Namun yang berhak mengeluarkan lahan dari kawasan adalah KLHK," katanya. 

Murod menerangkan, sebenarnya sudah diatur mekanisme dalam skema perhutanan sosial, yaitu adanya kemitraan yang diatur dalam UU Cipta Kerja 2020 dan turunannya PP 24 Tahun 2021. 

"Karena itu harus dilihat dulu apakah masyarakat terlebih dahulu atau HTI yang berada di sana. Kalau HTI dulu, maka akan diberikan hak kelola berupa kerjasama dengan pemegang HTI. Namun kerjasama itu harus win solusi. Jadi harus diverifikasi dulu mengenai status lahan itu," terangnya, dilansir mediacenterriau. 

"Kalau masyarakat duluan, maka bisa dikeluarkan dari kawasan hutan. Namun, untuk pengeluaran lahan dari kawasan izinnya tetap ada di KLHK, dan tidak ada di daerah," tukasnya.

Diketahui sebelumnya, Ketua LSM Gempur Riau Hasanul Arifin meminta Kapolda Riau menangkap oknum penjual lahan HTI di Desa Rantau Kasih, Kecamatan Kampar Kiri Hilir,  Kabupaten Kampar. Karena pemanfaatan lahan yang seharusnya mengacu Undang Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan bukan untuk diperjualbelikan. 

Desakan ini ditegaskan Ketua LSM Gempur Riau Hasanul Arifin karena diduga telah terjadi upaya memutarbalik fakta oleh oknum tak bertanggungjawab,  sehingga menuding perusahaan HTI PT Nusa Wana Raya (NWR) seakan mencaplok lahan masyarakat.  Padahal sebaliknya, peruntukan lahan untuk HTI yang pemanfaatannya diatur Undang-undang dikantongi PT NWR. 

LSM Gempur, sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan telah melakukan investigasi terkait konflik warga Rantau Kasih dengan PT NWR sebagai pemegang HTI di kawasan yang sedang berkonflik. Hasilnya, sebenarnya tidak ada konflik antara warga Rantau Kasih Kampar Kiri Hulu dengan PT Nusa Wana Raya (PT NWR).  (rid/CKP)

 
 
Redaksi | RSS | Pedoman Media Siber Copyright © 2017 by detakriau.com. All Rights
 
 
22:52 | WARTAWAN DETAK RIAU DIBEKALI KARTU PERS DALAM PELIPUTANNYA, JIKA MENCURIGAKAN HUB 0813-655-81599 - - - -