Ini Alasan Pemerintah Mencabut Subsisi Listrik
Senin, 13 Februari 2017 - 11:26:38 WIB
 
TERKAIT:
   
 

JAKARTA (DetakRiau.com)-Pemerintah melakukan pengurangan subsidi listrik dari tahun ke tahun karena ada kebocoran. Pada 2011-2014, anggaran subsidi listrik selalu di atas Rp 90 triliun. Lalu pada 2015 subsidi listrik tinggal Rp 56,6 triliun, tahun 2016 turun lagi ke Rp 50,6 triliun, dan Rp 48,5 triliun di 2017.

Pengurangan anggaran subsidi dilakukan, karena ternyata selama ini banyak yang salah sasaran. Sebagian besar dana subsidi justru jatuh ke orang-orang yang sudah mampu secara ekonomi. Karena itu, mulai 2017 ini pemerintah tidak lagi memberi subsidi kepada pelanggan listrik 900 VA yang mampu.

Koordinator Program Kemitraan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Regi Wahono, menyebut dari hasil kajian TNP2K dan survei Badan Pusat Statistik (BPS), ada sekitar 23 juta pelanggan masyarakat yang terdaftar sebagai pelanggan listrik berdaya 900 VA. Namun, yang berhak mendapatkan subsidi sebenarnya hanya 4,1 juta pelanggan.

Berarti ada sekitar 19 juta pelanggan yang selama ini menikmati subsidi tersebut, alias subsidi tidak tepat sasaran.

'Dari 23 juta yang terdaftar di PLN, data kita menunjukan 4,1 juta pelanggan yang berhak sehingga ada 19 juta yang menurut kita tidak berhak,' ujar Regi, saat dihubungi detikFinance, seperti dikutip, Senin (13/2/2017).

Artinya dari anggaran pada tahun 2015 sekitar Rp 56,6 triliun itu, hanya 26% dinikmati oleh masyarakat yang berhak mendapatkan subsidi. Sisanya sekitar 72% dinikmati oleh masyarakat menengah ke atas.

'Sebanyak 70% subsidi yang dikeluarkan pemerintah dinikmati oleh masyarakat yang dianggap mampu, ada 26% atau hampir Rp 20 triliun saja yang dinikmati ke masyarakat yang berhak, sementara sisanya dirasakan ke masyarakat ke atas,' ujarnya.

Mengapa terjadi kebocoran penggunaan subsidi? Menurutnya kesenjangan jumlah konsumsi daya antara masyarakat dengan miskin dan menengah ke atas berbeda. Misalnya masyarakat miskin hanya menggunakan listrik rata-rata 86 kWh/bulan atau peralatan elektronik yang digunakan tidak bermacam-macam, hanya lampu, TV, tidak menggunakan AC.

Sedangkan masyarakat menengah ke atas memakai listrik rata-rata 124 kWh/bulan. Peralatan elektronik yang digunakan bermacam-macam. Semakin banyak peralatan yang digunakan, semakin banyak subsidi yang dibayarkan pemerintah dibandingkan untuk masyarakat miskin.

Rata-rata rekening listrik masyarakat miskin Rp 36.000/bulan, sedangkan masyarakat menengah ke atas di atas Rp 73.000/bulan.

'Karena ini subsidi tarif, jadi semakin banyak kita pakai semakin besar yang kita terima. Karena pemakaiannya orang miskin cuma lampu, nge-charge HP, kalau ada TV pakai TV misalnya, sementara masyarakat mampu itu ada AC, microwave, komputer minimal ada kipas angin. Semakin banyak yang dipakai semakin banyak subsidi yang dibayarkan pemerintah,' ujarnya.

Subsidi yang dibayarkan pemerintah untuk pelanggan 900 VA pemerintah sebesar Rp 815/ kWh. Dengan demikian jika ada masyarakat yang mampu menikmati ini berarti tidak tepat sasaran. Itulah sebabnya pemerintah mencabut subsidi untuk 19 juta pelanggan 900 VA mulai tahun ini.

Jika ada pelanggan yang merasa berhak mendapat subsidi, bisa melapor ke posko terpadu PLN dan Kementerian ESDM untuk dicek berhak atau tidak mendapatkan subsidi. Caranya bisa melalui kecamatan dan kelurahan daerah setempat lalu kemudian pengaduannya dikirimkan ke pemerintah pusat untuk dinilai berhak atau tidak mendapatkan subsidi. (e2)

Ilustrasi. (f: int)

 
 
Redaksi | RSS | Pedoman Media Siber Copyright © 2017 by detakriau.com. All Rights
 
 
22:52 | WARTAWAN DETAK RIAU DIBEKALI KARTU PERS DALAM PELIPUTANNYA, JIKA MENCURIGAKAN HUB 0813-655-81599 - - - -