BJ Habibie dan Peneliti Menolak Dewan Riset Nasional Dibubarkan
Selasa, 13 Februari 2018 - 20:16:22 WIB
 
TERKAIT:
   
 

JAKARTA (DetakRiau.com) Pembahasan Rancangan Undang Undang Sisnas Iptek 
dianggap sudah tidak sejalan lagi  dengan gagasan awal atas 
terbentuknya Dewan Riset Nasional, DRN,  dan Dewan Riset Daerah, DRD.

Dunia riset akan mundur jika apabila RUU yang tengah  dibahas antara  DPR RI dan pemerintah akan mengatur pembubaran DRN dan DRD di daerah.

Sebab, masalah riset kita tidak bisa selesai dengan membubarkan DRN dan DRD. Bahwa kita belum banyak menghasilkan hasil penelitian, memang.

Dan itulah yang namanya penelitian, ada yang gagal dan berhasil. Malah sekarang banyak projek penelitian yang terhenti karena pelaku bisa kena delik korupsi jika penelitian yang menggunakan APBN, tidak ada laporannya.

"Pendiri Dewan Riset Nasional BJ Habibie dan saya menolak RUU Sisnas Iptek disahkan menjadi Undang Undang oleh DPR".

Ini dikatakan anggota Dewan Riset Nasional Irnanda Laksanawan saat jadi pembicara dalam acara Fokus Grup Diskusi yang bertemakan tentang Inovasi yang di gelar oleh Fraksi Partai Golkar di Jakarta Senin (12/2/2018), bersama dengan wakil Ketua Komisi Riset DPR Satya Widya Yudha.

Dikatakan, persoalan riset banyak aspeknya dari mulai  hulu sampai hilir. Dan kami yang berkerja di DRN tidak dapat gaji dari pemerintah untuk memajukan riset inovasi.

Tetapi kami punya paradigma, bahwa, hutang di negara ini akan dapat dilunasi kalau negara melaksanakan riset penemuan teknologi inovasi. Tidak cukup hanya mengandalkan dari hasil sumber daya alam saja untuk membayar hutang negara, tegas Irnanda.

Contohnya, Pulau Bintan memiliki Torium yang bernilai tinggi di Kepulauan Riau. Tapi belum diteliti karena riset di daerah belum banyak berkembang.

Disinilah letak kunci dari  sebuah inovasi teknologi yang tepat mesti harus didukung oleh industri yang berkembang dengan secara terkonsep dan jelas arah tahap demi tahapnya.

Selama ini ganti pemerintan ganti aturan. Dahulu  Karawang sampai Bandung akan dijadikan Silicon Valley, sekarang wujud hasilnya cuma jadi sejarah. Contoh lainnya, impor barang jadi tidak kena pajak, sebaliknya impor suku cadang dikenai fiskal. Artinya sebuah riset dikita tanpa stimulus dari pemerintah. Sehingga swasta juga enggan melakukan inovasi teknologi.

Jadi jangan heran  kalau volume  anggaran riset swasta kecil karena tidak ada kepastian itu tadi. Sehingga ketahanan riset ekonomi kita juga rentan.

Perihal tentang regulasi, kata Irnanda, sebenarnya sudah banyak tapi tidak harmonis hubungannya dengan industri di dalam negeri.

Penyebabnya  karena terjadi perbedaan kepentingan antara periset dengan pedagang yang membeli teknologi instan dari impor, ungkap Dwi Soetjipto mantan Direktur Pertamina.

Asal saja  jangan sampai belanja ICT jadi beban  defisit ke 2 setelah kebutuhan impor BBM, sampai terus berlanjut dimasa mendatang, pungkasnya. Erwin Kurai.

 
 
Redaksi | RSS | Pedoman Media Siber Copyright © 2017 by detakriau.com. All Rights
 
 
22:52 | WARTAWAN DETAK RIAU DIBEKALI KARTU PERS DALAM PELIPUTANNYA, JIKA MENCURIGAKAN HUB 0813-655-81599 - - - -