JAKARTA (DetakRiau.com) Empat kali menjadi Menteri di era ode baru atau sama
Dalam buku: Nasehat Harmoko Untuk Anak Anak dan Cucu Cucu yang terbit tahun 2009. Harmoko menulis tiga paragraf yang menjadi alasan mengapa sebagai Ketua MPR/DPR meminta Presiden Suharto mundur yang baru kembali
terpilih, dan berkuasa cuma sekitar 100 hari, untuk periode yang keenam, pada tanggal 21 Mei 1998 yang lalu.
Tahun 1997 krisis ekonomi global laksana badai yang berhembus keras ke seluruh penjuruh dunia. Tak terkecuali, bahkan lebih dahsyat terjadi di negeri kita. Krisis ekonomi membuahkan krisis sosial dan politik, jelas Harmoko.
Dalam tempo yang relatif singkat,hanya dalam bilangan hari, aksi aksi berubah menjadi kemarahan. Melihat situasi dan kondisi yang tidak kondusif lagi, naluri saya, baik selaku jurnalis maupun politisi, merasakan adanya bahaya mengancam keutuhan bangsa dan negara. Tidak ada jalan lain, harus ada yang berani mengambil resiko demi menyelamatkan bangsa dan Negara Kesatuan, tegasnya.
Akhirnya, pada tanggal 18 Mei 1998 sesuai dengan kehendak dan keputusan Rapat Pimpinam DPR, selaku Ketua DPR setelah berkonsultasi dengan pimpinan fraksi fraksi DPR, saya meminta dengan bijaksana Presiden Suharto mengundurkan diri dari jabatan Presiden Republik Indonesia.
Dan Pak Harto dengan arif dan konstitusional, pada tanggal 21 Mei 1998 secara Legowo menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Presiden RI setelah dengan sungguh sungguh memenuhi permintaan pimpinan DPR dan pimpinan Fraksi Fraksi DPR, ungkap Harmoko.
Adnan Buyung Nasution dan Hotma Sitompul sebelumnya mewakili advokat menemui Ketua MPR Harmoko,
dan wakil Ketua MPR Syarwan Hamid, Abdul Gafur dan Ismael Hasan Metareum di Senayan.
Buyung menyebut Syarwan Hamid dengan panggilan Dik Syarwan. Dikatakan, Dik Syarwan, sebagian Jakarta sudah terbakar. Di daerah terjadi kerusuhan. MPR agar meminta Presiden Suharto mundur", tegas Buyung Nasution sebelum Suharto kembali pulang dari kunjungan kenegaraan di Mesir.
Di Mesir, menurut Kompas, Suharto sudah menyatakan akan mundur sebagai Presiden RI. Tapi keburu diralat kembali dalam keterangan berikutnya.
Dalam waktu yang sama kapal perang Amerika Serkat mulai berlayar menuju perairan Tanjung Priok dengan misi rahasia. Loyalis Suharto kemudian melakukan konsolidasi dengan kekuatan 45 persen banding 55 persen alias kekuatan Suharto mau membalikkan keadaan kembali. Yang diyakni akan dapat membawa Suharto ke posisi semula. Diluar dugaan Suharto malah menolak mengikuti manuver para pendukungnnya karena akan melahirkan konflik horizontal.
Disisi yang lain tekanan dari Menteri Luar Negeri Amerika Serikat yang keturunan Yahudi terus semakin memojokkan Suharto, ditambah dengan kapal perang AS sudah berlabuh di Pulau Seribu, Jakarta.
Sampai Suharto kemudian memilih pada putusannya menyatakan berhenti sebagai Presiden RI bertempat di Istana Merdeka. Disaksikan oleh Ketua MPR dan Ketua Mahkamah Agung. Yang kemudian dilanjutkan dengan pelantikan Habibie sebagai Presiden RI menggantikan Suharto. Setelah gedung DPR dan MPR di duduki mahasiswa yang diawali oleh Mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta.
Pada tahun 1965 Adnan Buyung Nasution menjabat Ketua Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia melawan PKI. Oleh Adam Malik kemudian ditunjuk sebagai Ketua Partai Murba Terpendam. Adnan Buyung berkantor bertempat di LBH Jalan Diponegoro, Jakarta yang peresmiannya dilakukan oleh Adam Malik tahun 1970 an dengan bantuan dana dari
Gubenur DKI Jakarta Ali Sadikin.
Adam Malik bersama Soemantoro keduanya orang dekat Tan Malaka semasa hidupnya mendirikan Badan Pendukung Soekarnoisme dengan anggotanya Harmoko dan kawan kawan.
Antar keduanya yakni Harmoko dan Buyung memiliki idiologi yang sama sebenarnya. Makanya, waktu Adnan Buyung saat menumui pimpinan MPR. Buyung cuma hanya membuka pembicaraan kepada wakil Ketua MPR dari militer Syrwan Hamid meski Harmoko duduk disebelahnya karena adanya faktor keseganan.
Disisi lain Habibie memilih jadi ahli pesawat setelah bertemu Muhammad Yamin dari Murba yang saat itu menjadi Menteri Pendidikan.
Suharto sendiri bersimpati dengan Tan Malaka. Pada Peristiwa 3 Juli 1946 saat berlangsung kudeta di Jogajkarta oleh Mayor Jenderal Soedarsono Panglima Divisi III Jogjakarta. Suharto adalah anak buah Jenderal Soedarsono alumni pendidikan Polisi pada masa Belanda.
Begitu juga saat Tan Malaka dibebaskan oleh pengadilan di Solo pada tahun 1948. Suharto membuka pintu saat kedatangan tamu Tan Malaka untuk menumpang berganti baju sebagai bekas tahanan politik diantar oleh Sukarni.
Pada saat menjabat jadi Presiden. Presiden Suharto menolak tegas usulan pencabutan gelar pahlawan kemerdekaan nasional atas Tan Malaka yang diusulkan oleh lawan lawan politik Tan Malaka.
Begitu juga saat Pangdam Jaya mengusulkan agar Partai Murba dibubarkan. Presiden Suharto menolak membubarkan Partai Murba yang dipimpin oleh Sukarni golongan pemuda yang menculik Soekarno - Hatta untuk memperceoat kemerdekaan RI bebas dari campur tangan Jepang dan asing.
Manakala Soekarno-Hatta ditanggkap oleh Belanda tahun 1948, Sukarni dan Suharto bahu membahu bergerilya di Jogjakarta melawan Balanda.
Hari ini hari Reformasi yang terjadi pada tanggal 21 Mei 1998, yang kini genap berusia 20 tahun adalah revolusi damai Murba Terpendam. Erwin Kurai.