JAKARTA,(DetakRiau.com) Bantuan keuangan oleh negara kepada parpol
menimbulkan ketidak adilan ,sebab antara partai besar dan partai kecil
diberlakukan sama hanya di hargai Rp 1.000 per satu suara,

Sementera pembiyaan cara liberal melahirkan  pemilu biaya tinggi karena antar sesama caleg didalam satu partai bersaing uang untuk mendapat suara agar supaya terpilih menjadi anggota DPR

Ini terungkap dalam diskusi pembiyaan partai politik yang digelar di Gedung DPR Kamis (4/10/2018).

Jadi demokrasi dan filsafat kekuasaan tidak relevan dibicara kan hari ini. Bahwa pemilu sekarang ini  hanya  dimaknai bagaimana caranya agar supaya terpilih di DPR.

"Pemilu 2019 saya perkirakan tidak akan banyak mengalami perubahan, akan banyak suara bermasalah karena biaya pemilu yang mahal", ujar wakil Ketua  DPR Fahri Hamzah.

Cara mengatasinya, ia mengusulkan agar pembiayaan parpol oleh negara. Johny Plate Sekjen Partai Nasdem menolak ide pembiyaan parpol oleh negara karena negara akan rentan
mengintervensi partai politik. "Apa kita mau mengalami kehidupan parpol seperti era orde baru yang diatur oleh  regim," katanya.

Bantuan keuangan parpol oleh negara yang menghargai 1 suara yang diperoleh saat pemilu sama dengan Rp 1.000. Yang diberlakukan sama rata antara partai besar dan partai kecil adalah tidak adil, tegasnya.

Pembiayaan liberal oleh perusahaan yang berizin dan membayar pajak bisa menjadi solusi pembiayaan parpol, termasuk sumber pembiayaan dari prostitusi seperti yang dipraktekkan di luar negeri. Yang diperhitungkan sebagai pengurang pajak yang dibayarkan oleh perusahaan kepada negara.

Sebaliknya pembiyaan liberal bisa jadi berbiaya tinggi apabila antar caleg yang bersaing didalam satu dapil tidak tandem untuk agar bisa terpilih di DPR, kata Plate. Erwin Kurai.