JAKARTA(DetakRiau.com) Pro kontra RUU Pasantren dan Pendidikan Keagamaan
terus menimbulkan persoalan baru karena hanya mengatur perlindungan
umat beragama dalam menjalankan ibadah agamanya, tetapi tidak
bersinergi dengan izin pembangunan rumah ibadah yang selama ini mendapat
perlakuan beda antar wilayah dan sejumlah daerah.
Malah Masalahnya disederhanakan cuma dikanalisasi jadi tempat ngaji di surau atau langgar atau sekolah minggu dan katekisasi di geraja.
Ini terungkap dalam diskusi legislasi dengan judul RUU Pasantren dan Pendidikan Keagamaan di Gedung DPR Jakarta Selasa (30/10.2018).
Ahmad Baidowi sebagai pengusul dari Fraksi PPP menyatakan fraksinya akan membuka diri untuk berdialog dengan PGI atau KWI untuk membahas RUU Pasantren dan Pendidikan Keagamaan.
"RUU ini baru usul DPR", katanya tanpa menyinggung soal izin pembangunan rumah ibadah atas agama agama yang diakui oleh negara.
Hanya diharapkan dengan RUU ini agar ada perhatian dari negara terkait dengan sarana dan prasarananya, katanya.
"Memang, sebaiknya harus ada rumusan yang mengatur atau melindungi keberagaman agama. Saya setuju negara memberi perhatian", ujar Jery Sumampouw fungsionars PGI.
Fraksi fraksi di DPR telah membahas RUU Pasantren dan Pendidikan Keagamaan sejak periode DPR sebelumnya.Sudah diusulkan sejak tahun 2015 dan teleh disetujui menjadi RUU inisiatif DPR dalam Sidang Paripurna DPR pada bulan Oktober 2018 dimana pendapat masing masing fraksi tidak dibacakan langsung dalam persidangan.
Jery masih mempertanyakan mengapa salah satu narasumber RUU Pasantren dan Pendidikan Keagamaan saat dilakukan serap aspirasi di Sulawesi Utara, sampai hingga sekarang nara sumbernya, sudah dicari tapi orangnya tidak diketemukan, ungkapnya. Padahal nara sumber tersebut namanya tercantum dalam naskah akademis RUU Pasantren dan Pendidikan Keagamaan, tegsanya.
Ia mengingatkan masih perlu diperbanyak sosialisasi agar RUU Pasantren dan Pendidikan Keagamaan tidak menimbulkan kebingungan dan keresahan baru.
Karena RUU Pasantren dan Pendidikan Keagamaan dianggap akan membatasi sekolah minggu dan katekisasi yang sifatnya informal.
Berbeda dengan pesantren yang ada telah diakui kurikulumya sebagai pendidikan formal setara dengan SMA, ujarnya.
"PGI terbuka untuk dibuka dialog sebab selama ini masih kurang info. Sejumlah pasal masih perlu didudukan substansinya. Makanya, posisi PGI belum memutuskan menolak atau menerim RUU Pasantren dan Pendidikan Keagamaan", pungkasnya. Erwin Kurai,