Gurita Bisnis BUMN Bermodal Hutang 6.000 Triliun, Komisi VI Diam Saja ?
Senin, 17 Desember 2018 - 16:53:12 WIB
 
Gede Sumarjaja Linggih
TERKAIT:
   
 

JAKARTA (DetakRiau.com) Pada masa penutupan masa sidang DPR bulan
Desember yang lalu. Muncul usulan dari anggota DPR Komisi VI yamg
membidang BUMN agar supaya Komisi VI DPR kembali rapat kerja dengan Menteri BUMN Rini Suwandi.

Pasalnya sejumlah anggota DPR ikut prihatin dengan jumlah
total hutang BUMN yang telah mencapai  Rp 6.000 Triliun
pada tahun 2018 ini.

Sedangkan, Menteri BUMN Rini Suwandi tak pernah diundang rapat kerja dengan Komisi VI, digantikan oleh Menteri Perindustrian atau Menteri Keuangan.

Sebabnya, karena sebelumnya ada putusan Sidang Paripurna DPR  yang memutuskan menolak kehadiran Menteri BUMN Rini Suwandi dalam rapat kerja dengan Komisi VI yang membawahi gurita bisnis BUMN yang baru.

Putusan tersebut  diambil dalam Sidang Paripurna DPR dengan mengacu pada putusan yang diambil oleh Komisi VI. Yang mana pada waktu itu, hubungan antar  Komisi VI dengan Menteri BUMN memang sempat panas karena suatu hal.

Anggota Komisi VI Gede Sumarjaya Linggih dari Fraksi Partai
Golkar yang ditemui di Jakarta senin (17/12/2018) mengatakan, keputusan Sidang Paripurna sampai sekarang
belum pernah ditarik kembali artinya keputusan sebelumnya
masih berlaku.

Jikalau ada permintaan rapat kerja dengan Menteri BUMN. Itu sifatnya baru usulan atau wacana kerena putusan paripurna yang lalu belum dicabut, tambahnya.

"Bahwa memang urgent  rapat kerja dengan Menteri BUMN, 
iya memang betul. Tetapi kan terbentur dengan putusan
sedang paripurna DPR sebelumnya. Terkecuali Komisi VI
mengajukan putusan baru untuk dibawa dalam sidang
paripurna. Yang intinya menarik atau mencabut hasil sidang
paripurna yang sebelumnya. Agar rapat kerja Menteri BUMN
dengan Komisi VI supaya bisa digelar kembali selekasnya
terkait dengaan penggunaan hutang Rp 6.000 Triliun di masa
Menteri BUMN Rini Suwandi yang selama ini kita dengar
sebagai aksi korporasi", kata Sumarjaya Linggih.

Sumarjaja yang biasa dipanggil Demer ini mengatakan dirinya
tidak  menolak  hutang asalkan menghasilkan pertumbuhan
dan kue ekonomiya menetes kebawah sehingga dirasakan
oleh masarakat secara langsung agar rakyat lebih cepat
sejahtera.

Dikatakan, secara ekonomi hutang tidak bisa dihindari asalkan jumlah aset BUMN lebih besar dari hutang untuk
meningkatkan  keuntungan perusahaan. Dengan cara
meningkatkan penjualan dengan mencari  pasar baru dan
menembus pasar  ekspor.

"Saya tidak melarang BUMN berhutang asal hutangnya
dikelola dengan manajemen yang sehat",kata Demer alumni 
pengusaha muda HIPMI.

Menteri BUMN Rini Suwandi sampai kini masih belum
merespon wacana yang berkembang minggu lalu di DPR.
Sebelumnya Rini yang malang melintang dalam dunia bisnis
usaha  swasta yang liberal.

Selalu tidak menutup diri untuk membicarakan bisnis BUMN
yang jadi kewenangannya, yang digelutinya sejak 5 tahun
terakhir, yang dimulai dari aksi korporasi  sebagai pendekatan
baru.

Dari entitas BUMN yang telah beranak pinak sampai yang
terus merugi sampai dengan yang mengejar keuntungan.
Awalnya usaha BUMN dibentuk dari buah nasionalisasi
perusahaan Belanda pada tahun 1950 an seperti Pertamina.
Selain perusahaan baru seperti Indosat yang dibeli asing.

Terakhir BUMN malah sudah membuat perusahaan baru didalam perusahaan lama, dengan cara jadi anak perusahaannya.

Cuma hanya belum diketahui apa bisninya masih tergantung pada proyek negara atau sudah bersaing dengan secara liberal
sejak dibawah  tangan Rini Suwandi. Sehingga bisa bersaing
dengan perusahaan asing dan  menembus pasar ekspor yang liberal itu.  Erwin Kurai.   

 
 
Redaksi | RSS | Pedoman Media Siber Copyright © 2017 by detakriau.com. All Rights
 
 
22:52 | WARTAWAN DETAK RIAU DIBEKALI KARTU PERS DALAM PELIPUTANNYA, JIKA MENCURIGAKAN HUB 0813-655-81599 - - - -