Melawan Lupa Tap MPR XI tahun 1998 Setelah Berusia 21Tahun
Senin, 31 Desember 2018 - 17:29:20 WIB
 

TERKAIT:
   
 

JAKARTA (DetakRiau.com) Tak ada seremoni atau tiup lilin oleh pejabat,
bahkan juga LSM untuk  memperingati lahirnya Tap MPR XI tahun 1998
tentang penuntasan korupsi Suharto dengan tidak meninggalkaan azaz praduga tak bersalah.

Tap MPR tersebut disahkan dalam Sidang Isrtimewa MPR
yang pertama kalinya setelah orde baru, yang berarti dibuat
karena ada kebutuhan norma yang sangat mendesak setelah
Presiden Suharto menyatakan berhenti pada masa usia
jabatan tak sampai 100 hari terhitung dari tanggal 11 Meret
sampai 21 Mei 1998 untuk periode yang keenam kalinya.
Yang ironisnya terjadi setelah Suharto menyandang jenderal
besar dengan pangkat lima bintang.

Tap MPR XI tahun 1998 disahkan oleh mayoritas "anak emas" Suharto dibawah pimpinan Ketua MPR  Harmoko dan 
kawan kawan untuk menjawab tuntutan reformasi.

Tap itu sendiri dibuat dalam suasana Jakarta yang mencekam
setelah Suharto lengser. Yang puncaknya ditandai dengan  penembakan mahasiswa kembali di Semanggi di bulan November 1998, di ikuti dengan pengerahan panser militer di
jalan Sudirman, Jakarta, berhadapan dengan massa mahasiswa. Kalau tak salah, Tap MPR tersebut disahkan saat
Titiek Suharto dan Prabowo bukan sebagai anggota MPR.
                                             ***  
Timbulnya polemik korupsi stadium empat yang dilontarkan
calon presiden Prabowo Soebianto di Singapura. Yang kemudian direspon  oleh Ahmad Basarah  wakil Ketua MPR
bahwa Suharto Guru Korupsi.

Sempat jadi viral di bulan Desember  2018 lalu. Sampai Ahmad Basarah di kriminalisasi.

Pada di tingkat kajian di  bulan Desember lalu. Terdapat 4 diskusi yang  membahas norma korupsi di era  Suharto dengan tema fokus diskusi yang berbeda beda, sampai menyinggung kriminalisasi wakil Ketua MPR Ahmad Basarah
serta korelasinya dengan kebebasan dan demokrasi.

Perdebatan tajam terjadi di Universitas Kristen Indonesia,
Jakarta. Saor Siagian pengajar hukum mengingatkan bahwa, 
kedudukan Tap MPR XI tahun 1998 masih berlaku.

Dia juga minta agar Ahmad Basarah mengambil tindakan melaporkan balik pelapor karena dipertanyakan legal standingnya, sebab pasal pencemaran nama baik adalah
delik aduan oleh korban.

Dikatakan, saat ini Ahmad Basarah tak bisa dilaporkan atas delik pencemaran nama baik. Sebab, terdakwa yang melakukan korupsi tidak bisa menggunakan pasal pencemaran nama baik untuk menggugurkan dakwaan korupsi. Uji materi ini sudah dimenangkan KPK sebelumnya di pengadilan Jakarta Selatan, kata Saor.

Disamping itu, Ahmad Basarah saat menyatakan Suharto
Guru Korupsi dalam kapasitasnya sebagai  pejabat negara
yang harus menegakkan perundang undangan sehingga tidak
bisa dihukum. Selain,  Ahmad Basarah sebagai wakil Ketua MPR dan anggota DPR yang tugasnya menegakkan Tap MPR XI Tahun 1998 tentang penuntasan korupsi Suharto dengan menggunakan azaz praduga tak bersalah.

Apalagi jika berdasarkan UU MD 3 setiap anggota DPR dan DPD yang adalah juga anggota MPR mendapat kewenangan
mensosialisasikan putusan Tap MPR yang masih berlaku, ujar
Saor lagi. Malah didalam undang undang tentang pemilu.
Setiap peserta pemilu diatur berkampanye anti korupsi pada
saat jadi caleg, dalam menjalankan fungsi partai politik dan
saat kampanye pada saat pilpres, tambahnya.

"Walau  tidak ada putusan pengadilan atas korupsi mantan
Presiden Suharto di semasa hidupnya. Bukan berarti  Suharto
tidak bersalah. Dakwaan atas mantan Presiden Suharto justru
dihentikan pada saat sidang pegadilan sudah berlangsung
karena  Suharto sakit", ungkap  Hendardi dari Setara Institut.

Jaksa Agung memang pernah menerbitkan surat penghentian penuntutan, SKP4. Tapi keputusan Jaksa Agung telah dibatalkan oleh pengadilan setelah kami gugat,  imbuhnya.

“Sehingga, Suharto kembali dijadikan  terdakwa sampai akhir
hayatnya, hingga meninggal dalam status sebagai terdakwa
korupsi ",  kata  Hendardi lagi.

Beda dengan Saor, Hendardi meminta agar laporan oleh
pelapor dianulir oleh polisi, karena pelapor tak punya legal
standing, tegasnya

Hendardi berharap juga agar pengusutan kasus-kasus korupsi
di era Suharto dan kroninya tak boleh berhenti karena mantan
penguasa Orba itu sudah meninggal dunia.

Sebab,,karena Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 yang dijadikan
dasar pengusutannya sampai sekarang  masih berlaku, ter masuk  untuk keluarga dan kroninya, paparnya.

Oleh karena itulah, saya mengajak publik untuk berterima kasih pada Ahmad Basarah karena sudah mengingatkan memori kolektif bangsa  atas kejahatan dugaan korupsi Suharto dan kroninya.

Sementara itu dalam pertemuan ahli hukum di Jember.
Sejumlah pakar membicarakan pernyataan Ahmad Basarah hingga sampai dijadikan topik tak resmi di Konferensi
Hukum Nasional 2018 dalam Refleksi Hukum 2018 dan
Proyeksi Hukum 2019 dengan tema 'Legislasi dan  Kekuasaan Kehakiman' di Jember seperti diberitakan Tribunnews.com (6/12/2018).

Ketua Pukat UGM, Oce Madril mengatakan,“Saya ini pernah
riset  terkait tindakan korupsi selama masa Orde Baru yang
dipimpin Suharto. Hasil penelitian  saya menunjukkan
pemerintahan Suharto merupakan pemerintahan yang tidak
memiliki komitmen anti korupsi, katanya.
Pembicara lain,  Feri Amsari,Direktur Pusako Universitas Andalas malah menyebut Suharto sebagai guru besar korupsi. Feri mengutip istilah guru besar korupsi itu dari salah satu pendapat mahasiswanya.

Untuk diketahui MPR sudah mencabut  Tap MPR tentang
Suharto sebagai  Bapak Pembangunan oleh MPR hasil
pemilu 1999. Yang didahului dengan menerbitkan Tap MPR
XI tahun 1998 tentang penuntasan korupsi Suharto dan kroni
kroninya. 

Generasi milenial tak banyak yang tau jika dahulu dikantor
Sekretariat Negara yang terletak dekat Istana Presiden pada
zaman orde baru memegang kontrol secara sentral atas
semua pembanguan dan perizinan.
Hingga sampai jadi tempat mencari uang agar bisa dapat izin proyek dan menjualnya kepada pihak lain. Demi hanya untuk
mendapatkan uang komisi yang dulu banyak dinikmati oleh pejabat tinggi dan anak pejabat tinggi agar bisa kaya raya dengan cara cepat,  ungkap Jimy Tambunan alumnus UKI yang jadi peserta diskusi yang pernah dekat dengan Jenderal  TB Simatupang dan Letnan Jenderal Sarwo Edhi yang keduanya hanya bisa mengurut dada saja di saat itu. 

Ditempat terpisah dalam pertemuan aktifis anti korupsi di Bandung, dalam kesimpulannya menyatakan, orde baru dengan  figurnya Suharto sudah meninggal dunia. Akan
tetapi, sebagai regim masih ada didalam pemerintah dan
diluar pemerintahan.Termasuk ada capres yang akan mau 
berkuasa dengan membentuk partai baru dengan maksud  akan kembali  ke era orde baru. Bukti lainnya adalah wakil Ketua MPR Ahmad Basarah yang dikriminalisasi oleh pengikut orde baru.

Hasil pertemuan aktifis Bandung juga menolak impunity
korupsi seperti pada era orde baru. "Jika jumlah korupsi di era orde baru kecil karena kasus korupsinya pejabat saat itu. Justru banyak yang tidak diteruskan kepengadilan oleh
pemerintah.  Pemerintah yang sekarang lain justru telah
menuntaskan agenda korupsi kedalam track yang benar atau 
sudah on the track. Yang ditandai dengan semakin kuatnya 
semangat keterbukaan sehingga semakin banyak yang terlihat
siapa pejabat yang melakukan  praktek korupsi dari hari ke
hari ",  tegas Nanang Suryana peneliti muda dari Universitas
Pajajaran, Bandung,  Jawa Barat.

Lantas, mengapa korupsi lalu disebut bahaya karena korupsi bisa menjadi pintu masuk jadi orang kaya raya dengan tidak
bekerja keras,  jelas Indria Samego dari LIPI mengutip
sejarawan Ong Hok Ham almarhum, tak terkecuali pengusaha
keturunan China yang jadi konglomerat juga .

Praktek ini, katanya lagi, sudah lama terjadi sejak zaman
Belanda. Raja Gula keturunan asal Jawa Tengah yang menjadi pengusaha gula terbesar saat itu karena memiliki  kedekatan dengan pemerintah Belanda. Sekarang dia bermukim di Belanda setelah jadi pengusaha kaya raya. 

Prektek yang sama terjadi di masa orde baru, siapa yang
dekat dengan pemerintah menjadi pengusaha konglomerat
seperti Liem Soei Liong, yang meninggal di Singapura.

Hingga kini ahli Indonesianis masih terus mengkaji apa yang
menyebabkan Suharto bisa berkuasa selama 32 tahun, tambah Indra yang mengaku bukan peneliti borjuis  karena
sudah lama punya akar ditengah masarakat dibawah.

Yayasan Supersemar yang sekarang dituntut mengembalikan
uang negara sebanyak Rp 4,4 Triliun. Dan masih banyak
Kepres atau Perpres yang dibuat oleh  Presiden Suharto
yang menguntungkan orang dekat pemerintah, papar Karyono
Wibowo Direktur IPI.

Dari 6 yayasan yang didirikan. Satu yayasan Supersemar
telah diputus Mahkamah Agung harus mengembalikan uang
ke negara Rp 4,4 Triliun. "Kami mendesak kepada Jaksa Agung agar juga menuntaskan pemeriksaan atas 5 yayasan
lainnya yang dibuat pada era Suharto yang sekarang nasibnya tak menentu.  Kami saat ini juga sedang melakukan riset itu", ujar  Bendo dari Kaukus Muda Indonesia saat  digelar refleksi akhir tahun dengan tema Suharto : Bapak  Pembangunan atau Guru Korupsi ?.

Ancam Demokrasi
Kepala BPHN Kementerian Hukum dan HAM, Benny Riyanto
yang jadi  narasumber dalam konferensi hukum menegaskan,
pelaporan Ahmad Basarah ke polisi akan jadi preseden buruk
pencapaian supremasi hukum. Sebab, mulai mau dilemahkan
dengan jalan apapun, termasuk jalan politik.
“Saya berharap masih ada akal sehat, supaya kasus ini tidak dilanjutkan ke ranah penyidikan, karena buruk bagi supremasi hukum kita”,  kata Benny.

Oce Madril mengatakan, pelaporan wakil Ketua MPR Ahmad
Basarah ke kepolisian karena pernyataannya tentang Suharto
Guru Korupsi adalah tidak tepat.

“Yang disampaikan Ahmad Basarah adalah menyampaikan pendapat. Pelaporan ke polisi itu sama dengan kriminalisasi berpendapat. Yang seharusnya bisa dibantah dengan pendapat juga. Dan kunci demokrasi  adalah kebebasan bersuara,” tegas Madril lagi. Erwin Kurai


 
 
Redaksi | RSS | Pedoman Media Siber Copyright © 2017 by detakriau.com. All Rights
 
 
22:52 | WARTAWAN DETAK RIAU DIBEKALI KARTU PERS DALAM PELIPUTANNYA, JIKA MENCURIGAKAN HUB 0813-655-81599 - - - -