Emak Emak Hanya Jadi Objek Politik Capres, Golput Jadi Golongan Penerima Uang Tunai
Senin, 18 Februari 2019 - 17:01:53 WIB
|
|
Ahmad Baidowi
|
TERKAIT:
Jakarta (DetakRiau.com) Ahmad Baidowi anggota DPR dari Fraksi PPP
menyatakan, mendiskusikan Golput atau golongan putih pada pemilu
serentak 2019 berbeda kepentingan atas Golput pada era pemilu tahun 1970
an yang sangat idiologis setelah dimatikannnya kebebasan berparpol
yang hanya cuma dibatasi oleh 3 partai politik dengan alasan untuk
menjaga stabilitas pemerintahan yang berkuasa.
Ini dikatakan Ahmad Baidowi yang juga anggota MPR dalam diskusi 4 Pilar di Gedung DPR Jakarta, senin siang (18/2/2019).
Konsekuensinya, maka apabila ada pembicaraan Golput yang dilakukan pada hari ini. Maka yang aman untuk membicara kan Golput sebaiknya dilakukan di ruangan tertutup karena akan berbahaya jika dibicarakan pada ruang erbuka karena bisa kena delik pidana pemilu, katanya.
Karena definisi Golput pada hari ini sudah berbeda jauh maknanya. Bahwa Golput sekarang diartikan adalah kepanjangan dari Golongan Penerima Uang Tunai atau berpolitik transaksional, ujarnya.
Umaimah Wahid dosen komunikasi ditempat yang sama juga menyatakan, ini tak ubahnya seperti terminologi emam emak dalam politik pilpres pada hari ini.
"Bahwa perempuan hanya untuk menjadi objek politik calon presiden dengan menjadikannya sebagai simbol kesengsaraan dan penderitaan baru atas perempuan", katanya.
Padahal emak emak sama halnya dengan pemilih pria adalah subjek dari demokrasi, yang suaranya akan menentukan kemenangan calon presiden.
Apalagi jika emak emak yang dipolitisir bukan hasil buah dari pengkaderan oleh partai politk. Artinya posisi emak emak hanya dimanfaatkan untuk pencitraan oleh calon presiden.
Padahal undang undang Pemilu sudah menetapkan afirmasi didalam penetapan calon anggota DPR sebesar 30 % untuk memberi ruang pada emak emak untuk terjun jadi caleg kedalam partai politik secara langsung, kata Umaimah Dosen dari Budi Luhur Jakarta. Erwin Kurai.