Jakarta DetakRiau.com) Mayoritas lembaga survey telah membuktikan cukup disiplin dalam menjaga tradisi keilmuan dalam melakukan survey dengan mendasarkan pada metodologi secara kerangka scientific, walau sebagian kecil masih ada yang melakukan kesalahan, bahkan Quick Count pernah melakukan kesalahan pada waktu pilpres yang lalu.
Sirajudin Abbas Surveyor dari SMRC mengatakan saat jadi pembicara dalam diskusi yang digelar di Jakarta Kamis (21/3/2019).
Hasil survey, katanya lagi, adalah potret saat survey dilakukan sebelum hari H pemilu. Sementara Quick Count merupakan laporan hasil perhitungan suara di TPS pada saat pemilu oleh lembaga survey atau pemantau.
Belajar dari Quick Qount pada Pilpres 2014 lalu. Ada pernah lembaga survey yang salah saat mengumumkan Prabowo - Hatta memenangkan pilpres. Yang akhirnya dibawa dalam sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi.
Untuk itulah, penting kita mencatat bahwa untuk mengetahui kredibilitas sebuah lembaga survei politik yang baik. Pertama, rekam jejak sebelumnya seperti apa. Kedua surveyor paham ilmu statistik, sosiologi dan sosial politik.
Ketiga, tentunya jujur dalam menyampaikan metodelogi survey saat presentasi dan Keempat, proses survey dan hasilnya harus sistimatis disampaikan.
Sebab, apabila terjadi perbedaan antara proses dan hasil kesimpulan. Akan bisa memicu sampai konflik horizontal, menurunkan kepercayaan publik pada penyelenggara Pemilu sampai tuduhan Pemilu tidak dilakukan secara adil, hingga tuduhan keberpihakan pemerintah hingga sampai mengusik aparat keamanan cuma gara gara perbedaan hasil kesimpulan.
Saya tidak menolak dengan adanya survey internal karena bukan suatu masalah tetapi yang jadi persoalan tak bisa diverifikasi saja karena detailnya tak ikut dirilis ke publik, tambah Sirajudin yang berkerja di lembaga survey dan konsutan politik di SMRC ini.
Untuk diketahui SMRC sebelumnya menerbitkan hasil survey calon Presiden Joko Widodo akan memenangkan pemilihan Presiden dengan perolehan suara 60 persen. Erwin Kurai