Kasus Bongku Pintu Awal Perjuangan Hak Adat di Riau
Senin, 10 Agustus 2020 - 13:12:43 WIB
 

TERKAIT:
   
 

PEKANBARU (DRC) – Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) menggelar upacara Upah Upah serta Tepuk Tepung Tawar untuk Bongku bin Jelodan dan keluarga di Balai Adat Melayu, Jalan Diponegoro, Pekanbaru, Minggu 9 Agustus 2020 malam.

Bongku sempat dipenjara selama tujuh bulan dan dilepas pada Juni lalu dari Lapas Klas II A Bengkalis. Bongku dituduh telah menebang pohon akasia untuk menanam ubi manggalo di lahan milik PT Arara Abadi.

Bongku bin Jelodan adalah korban ketidakadilan hukum dalam upayanya mempertahankan hak adat suku sakai di Desa Koto Pait Beringin, Kecamatan Talang Mandau, Kabupaten Bengkalis.

Ketua Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR, Datuk Seri Syahril Abubakar mengatakan, kasus Bongku ini adalah pintu awal dimulainya perjuangan masyarakat adat di Riau dalam upaya mempertahankan hak adat anak dan kemenakan.

“Kasus Bongku adalah momen untuk dimulainya perjuangan kita di negeri Melayu dalam mempertahankan hak adat. Cukup banyak sudah kasus serupa terjadi di tanah kita, tetapi selama ini kita diam saja,” ujar Datuk Seri Syahril Abubakar.

Syahril meminta, masyarakat Melayu jangan lagi mau terinjak-injak di tanah sendiri. Setiap usaha yang hadir di daerah ini pada hakikatnya harus memberikan kemakmuran masyarakat, jangan justru mengusir kehidupan adat yang sudah hadir sejak dulu.

“Padahal perusahaan berusaha di tanah kita. Kenapa justru kita dipenjara karena dianggap merampas haknya. Kedepan jangan ada lagi perusahaan melaporkan anak kemenakan Melayu gara-gara urusan tanah. Apapun yang menyangkut kearifan adat, bicarakan dulu dengan kami di LAMR sebagai yang dituakan di sini,” imbuhnya.

Bila terjadi permasalahan antara masyarakat adat dengan korporasi seperti pada kasus Bongku, agar semaksimal mungkin dilakukan upaya penyelesaian terlebih dahulu secara adat atau kekeluargaan dengan melibatkan LAMR.

“Jadi, jangan sampai langsung mengambil langkah-langkah hukum positif. Tekad kami tak setapak pun tanah adat boleh direbut pihak lain,” kata Datuk Seri Syahril.

Persoalan tanah ulayat, menjadi hal utama masalah perusahaan dengan masyarakat Riau. Dan itu tidak saja terjadi di Kabupaten Bengkalis.

“Seperti contoh Blok Rokan didasari peta yang kami punya, hampir 80 persen berusaha di tanah adat. Karena itu kasus ini akan kami ajukan gugatan ke MA. Kalau tidak selesai, kami ajukan ke Mahkamah Internasional,” terang dia.

Meski pun penguasan Blok Rokan yang sebentar lagi pada tahun 2021 akan ditinggalkan oleh PT Chevron. Syahril yakin perjuangan meminta hak adat tetap akan dilakukan.

“Puluhan tahun tanah adat dipakai, tak sepeser pun kita dapatkan hasilnya. Karena itu sampai kapan pun kami akan meminta dan menuntut hak tersebut diberikan,” sebut dia lagi.

Kasus Bongku juga babak baru dalam menggapai hak-hak masyarakat adat Melayu Riau yang dianggap tak ada oleh perusahaan.

“Ini sekaligus wadah untuk menginformasikan kepada dunia luar dalam hal ini para pelaku usaha yang izin berdampingan dengan bahkan tidak tertutup kemungkinan sebagian dari lahan usahanya tersebut terdapat hak-hak masyarakat adat setempat,” pungkas dia.

Dimana Martabat

Ketua Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAMR, Datuk Seri Al azhar juga menambahkan, kasus Bongku adalah pertanda keadilan atas hak masyakat adat menjadi ancaman serius daerah ini.

“Upacara Upah Upah adalah bukti kita tak memiliki perisai untuk menjaga hak-hak adat. Tak ada perlindungan hukum bagi masyarakat dan hak adat kita,” ujarnya.

Dia mempertanyakan makna Hari Jadi ke-63 Riau Bermartabat sebagai slogan yang tak berarti. Selama ini masyarakat Riau sudah terjajah oleh kepentingan pihak tertentu yang menimba kekayaan dari daerah ini.

“Dimana letak martabat kita, karena sesungguhnya martabat itu sudah tak lagi ada. Marwah apa yang kita dapatkan, kalau didepan kita orang yang tak bersalah menurut kita, masuk 7 bulan penjara,” ulang dia.

Padahal apa yang dilakukan Bongku ini bukan untuk memperkaya diri, tetapi hanya menanam ubi manggalo. Itu pun bukan komoditas ekonomi namun hanya untuk dimakan bagi kaumnya saja.

Oleh karena itu, dia berharap kepada pemerintah daerah agar mengatur ulang peranan dalam upaya mengembalikan hak adat yang sudah dikuasai pihak lain.

Perda Nomor 10 tahun 2015 tentang tanah ulayat yang masih direvisi harus benar-benar mengakomodir kepentingan masyarakat adat. LAMR juga bakal terus memperjuangkan kasus Bongku dan masyarakat adat lainnya di Riau. (rid) 


 
 
Redaksi | RSS | Pedoman Media Siber Copyright © 2017 by detakriau.com. All Rights
 
 
22:52 | WARTAWAN DETAK RIAU DIBEKALI KARTU PERS DALAM PELIPUTANNYA, JIKA MENCURIGAKAN HUB 0813-655-81599 - - - -