Kasus Jalan Duri Sei-Pakning, Ajudan Amril Mukminin Akui Terima Uang dari PT CGA
Kamis, 13 Agustus 2020 - 20:52:48 WIB
 

TERKAIT:
   
 

PEKANBARU (DRC) - Azrul Nur Manurung, ajudan Bupati Bengkalis non aktif Amril Mukminin mengaku menerima uang dari PT Citra Gading Asritama (CGA), terkait proyek Jalan Duri Sei-Pakning. Bahkan uang itu sempat disimpannya, hingga tidak lagi menjabat sebagai ajudan. Meskipun menyimpan uang itu, mantan ajudan Bupati Bengkalis non aktif, Amril Mukminin tersebut, tidak mengetahui berapa uang yang diberikan oleh PT CGA tersebut.

Hal dikatakannya saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan dugaan korupsi gratifikasi dalam proyek jalan Duri Sei-Pakning yang membuat Amril Mukminin menjadi pesakitan, Kamis (13/8/20) di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Sidang yang dipimpin oleh Lilin Herlina SH MH itu, digelar secara daring.

Majelis hakim dan penasehat hukum Amril Mukminin, berada dalam ruang sidang di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Sedangkan Amril yang menjadi terdakwa, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Azrul yang menjadi saksi, berada dalam sambungan video conference.

Dalam kesaksian Azrul, dirinya pertama kali menerima uang dari Ichsan Suaidi selaku pemilik PT CGA saat berada di Jakarta bersama Amril Mukminin pada tahun 2016. Uang tersebut selanjutnya diberikan ke Amril saat tiba di sebuah hotel di Jakarta.
"Awalnya beliau (Amril Mukminin) nanya, apa ini. Saat dibuka isinya uang asing. Kemudian saya disuruh simpan," ucap Azrul.

Setelah dari Jakarta, selanjutnya Azrul dan Amril kembali ke Riau. Tiga minggu setelah dari Jakarta, Azrul mengaku dihubungi oleh Triyanto, pegawai PT CGA. "Sebelumya tidak kenal (dengan Triyanto). Dia minta waktu untuk jumpa dengan pak Bupati (Amril Mukminin)," ujarnya.

Mendengar permintaan itu, Azrul lalu menyampaikannya ke Amril Mukminin. Oleh sang Bupati, Azrul disuruh memberitahu Triyanto untuk bertemu di rumah dinas Bupati Bengkalis. "Saat itu Triyanto datang, kemudian Triyanto dan pak Amril berbicara," tuturnya.

Masih dalam kesaksian Azrul, saat Amril berada di Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut), Triyanto kembali menghubungi dirinya. 
"Pertemuan di Hotel Adi Mulia. Saat itu pak Bupati ada acara disana (Medan)," akunya.

Setelah pertemuan di Medan itu, pada tahun 2017, tepatnya bulan Juni, Azrul mengaku kembali dihubungi Triyanto. Pertemuan itu berlangsung didepan Hotel Royal Asnof.

"Saat itu Triyanto memberikan titipan untuk bapak. Saya sampaikan, saat itu bapak nanya, apa ini. Isinya uang. Kemudian saya disuruh simpan lagi sama bapak," terangnya.

"Uang didalam amplop berwarna coklat. Isinya Dollar Singapura," sambungnya.

Tidak sampai disitu, Triyanto kembali memberikan titipan berupa uang untuk Amril Mukminin. Uang tersebut diserahkan di lobi Hotel Grand Elite Kota Pekanbaru. "Saya bawa pulang dan kasih ke bapak. Kemudian dikasih lagi ke saya. Disuruh pegang (simpan)," akunya.

Terakhir, Azrul menerima uang dari Triyanto saat di Hotel Jaya Mulya Kota Pekanbaru. Saat itu, dirinya dihubungi Triyanto untuk mengambil kunci kamar atas nama Triyanto. "Didalam kamar sudah ada (uangnya). Saya ambil dan bawa ke rumah bapak. Saya bilang ini titipan dari Triyanto," tuturnya.

Dijelaskannya, uang yang diterima sebanyak 4 kali itu, disimpannya hingga dirinya resign dari pekerjaannya sebagai ajudan Amril Mukminin. "Uang itu saya pegang sampai resign. Saat mau resign, uang itu saya serahkan ke bapak. Ada 4 amplop. Isinya (jumlahnya) saya tidak tahu," jelasnya.

Usai memberikan keterangan, hakim anggota Iwan Irawan SH mengingat Azrul untuk memberikan keterangan yang benar. Pasalnya, ada sanksi yang bisa diberikan kepada Azrul jika memberikan keterangan yang bohong. "Saksi jangan bengak-bengak disini," terang hakim anggota.

Hakim Iwan menanyakan, setelah dirinya resign, uang yang disimpan itu, apakah langsung diserahkan ke Amril Mukminin atau diminta. "Waktu memberitahu mau resign, bapak minta uang itu. Uang yang di 4 amplop itu saya masukkan ke tas. Kemudian saya serahkan saat di rumah bapak," jawabnya.

"Seperti apa saat itu terdakwa (Amril Mukminin) ngomongnya ke anda," tanya hakim lagi.
"Ngomongnya, Rul mano duet kemarin tu, balikkan sini. Seperti itu ngomongnya," jawabnya lagi.

Hakim Iwan kembali bertanya terkait pemberian uang pertama kali di Jakarta. Saat itu, hakim bertanya apakah pemberian uang tersebut, terdakwa Amril Mukminin sudah menjabat sebagai Bupati Bengkalis.

"Waktu pertama uang dari Ichsan, bapak belum dilantik (jadi Bupati). Kontrak juga belum," jawabnya.

Setelah pemberian uang yang kedualah, Azrul baru mengetahui bahwa uang tersebut terkait proyek jalan Duri-Sei Pakning. "Pas pemberian yang kedua baru tahunya yang mulia," terangnya lagi.

Dalam kesaksiannya itu, jaksa KPK sempat bertanya kepada Azrul mengenai intervensi dari seseorang pasca penggeledahan yang dilakukan penyidik KPK di Rumah Dinas Bupati Bengkalis pada tahun 2018, tepatnya bulan puasa.

"Saat itu Triyanto menghubungi saya. Dia mengatakan saat itu baru diperiksa KPK. Dia mengatakan tidak mengaku kepada penyidik KPK terkait ada pemberian uang itu. Saat itu saya diminta untuk tidak mengaku juga. Dia bilang, karena yang tahu kita berdua dengan tuhan," jawabnya.

"Karena yang menerima uang itu tidak hanya Amril Mukminin. Ada juga anggota Dewan. Seperti pimpinan DPRD Kabupaten Bengkalis, Ketuanya Abdul Kadir, Wakilnya Eet (Indra Gunawan) dan Kaderismanto. Yang nolak dari pimpinan (wakil) DPRD (Kabupaten Bengkalis) cuma Zulhelmi. Eet katanya ngambil uang itu di Surabaya. Itu kata Triyanto ke saya," sambungnya menjelaskan.

Untuk diketahui, Untuk diketahui, Amril Mukminin didakwa Jaksa pada KPK dalam perkara dugaan gratifikasi. Jumlahnya beragam. Ada yang Rp5,2 miliar, dan ada juga sebanyak Rp23,6 miliar lebih.

Uang Rp5,2 miliar berasal dari PT CGA dalam proyek pembangunan Jalan Duri-Sei Pakning. Sedangkan uang Rp23,6 miliar lebih itu, dari 2 orang pengusaha sawit. Uang dari pengusaha sawit itu diterima Amril melalui istrinya, Kasmarni. Ada yang dalam bentuk tunai, maupun transfer.

Atas perbuatannya, Amril dijerat dalam Pasal 12 huruf a, Pasal 11, dan Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto, Pasal 64 ayat (1) KUHP. (rid)

 
 
Redaksi | RSS | Pedoman Media Siber Copyright © 2017 by detakriau.com. All Rights
 
 
22:52 | WARTAWAN DETAK RIAU DIBEKALI KARTU PERS DALAM PELIPUTANNYA, JIKA MENCURIGAKAN HUB 0813-655-81599 - - - -