Pilkada Rokan Hulu dan Asa Masyarakat Rokan Hulu
Rabu, 09 September 2020 - 19:27:23 WIB
 

TERKAIT:
   
 

Oleh: Alfikri Lubis

Pada tahun 2020 ini akan ada pelaksanaan salah satu agenda Demokrasi yaitu Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Walaupun Pandemi Covid-19 yang masih mewabah di Indonesia, nyatanya tak mengubah keputusan pemerintah untuk tetap meslaksanakan Pilkada. Tanggal 9 Desember 2020 adalah puncak pelaksanan Pilkada serentak tahun 2020. 

Semangat pelaksanan Pilkada serentak ini ditandai dengan adanya Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 4 Mei 2020.

Pilkada merupakan wujud dari kedaulatan rakyat. Pemilihan dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Semoga saja pelaksanaan Pilkada serentak 2020 tidak menyebabkan terjadinya klaster baru penyebaran Covid-19.

Rokan hulu adalah salah satu dari 9 (sembilan) Kabupaten/kota yang akan melaksanakan Pilkada di Provinsi Riau. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan opini terkait dengan Pilkada yang akan berlangsung di Daerah yang dikenal dengan julukan “Negeri Seribu Suluk”.

Penulis ingin menyinggung seputar kemiskinan di Kabupaten Rokan Hulu. Dalam tulisan ini tidak ada unsur untuk mendukung maupun mendiskreditkan para kandidat yang akan maju pada Pilkada di Kabupaten Rokan Hulu. 
Barangkali kita perlu merujuk kepada beberapa survei dan media yang menyatakan bahwa Rokan Hulu termasuk dalam “kategori kabupaten miskin”. Jika merujuk kepada data BPS, bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi Riau menurut kabupaten/ kota tahun 2018, Kabupaten Rohul? menjadi daerah tertinggi angka kemiskinan yaitu mencapai 72,28 ribu jiwa, disusul Kabupaten Kampar 69,32 ribu jiwa, dan penduduk miskin di Kabupaten Indragiri Hilir 52,42 ribu jiwa.

Tentu saja penyematan gelar sebagai “kategori kabupaten miskin” bukan tanpa alasan. Walaupun Pemkab Rokan Hulu berdalih bahwa sebenarnya sudah dilakukan beberapa upaya dalam meminimalisir angka kemiskinan yang terjadi. Akan tetapi jika dilakukan survei secara langsung, barangkali data di atas hanya sebatas angka dan bahkan bisa lebih parah dengan keadaan sebenarnya. Rokan hulu terdiri dari16 kecamatan, 6 kelurahan dan 139 desa. Maka berdasarkan data BPS bahwa untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. 

Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Tentu saja BPS memiliki rumus dan indikator dalam menentukan miskin atau tidaknya suatu daerah.

Momentum Pilkada serentak ini tentunya menjadi harapan bagi Kabupaten Rokan Hulu agar bisa keluar dari lingkaran “Kabupaten Miskin.” Rokan hulu perlu berbenah dan harus di urus secara serius. Rokan hulu membutuhkan pemimpin yang memiliki semangat dalam mengentaskan permasalahan kemiskinan. Rokan hulu perlu pemimpin yang memiliki suara lantang yang mampu mengakomodir dan mampu merealisasikan keresahan masyarakat dalam bentuk kebijakan yang pro kepada masyarakat.

Maka Pilkada ini menjadi asa bagi masyarakat Rokan Hulu. Pilkada ini juga akan menjadi penentu dalam memilih pemimpin yang bisa membawa masyarakat keluar dari garis kemiskinan. Masyarakat jangan sampai terlena dengan politik uang atau serangan fajar selama berlangsungnya proses Pilkada. Para kandidat pun diharapkan jangan memancing masyarakat untuk ikut serta dipaksa menerima “fulus” agar dipilih. Apalagi keadaan ekonomi yang cukup sulit saat in, tentu menjadi peluang besar dalam melancarkam aksi “Politik Uang”.

Disinilah integritas para kandidat di uji. Walaupun sebagian kalangan menilai bahwa sangat sulit memberangus dan menghilangkan politik uang serta dimaklumi jika ada terjadi politik uang selama proses Pilkada. Sebagiannya lagi masih optimis bahwa politik uang perlahan-lahan akan “lenyap”. Karena di dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, aturan tersebut diatur cukup jelas dan tegas lantaran ada redaksi mampu menghukum semua orang yang terbukti menerima maupun memberi uang untuk kepentingan politik. 

Ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal 187A ayat (1) bahwa Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Sedangkan dalam ayat (2) disebutkan bawah Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Disinilah dituntut peran para penyelenggara untuk menyelenggarakan Pilkada serentak 2020 berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil serta berpedoman pada protokol kesehatan. 

Kepada kawan kawan kawula muda seperjuangan, ini adalah momentum bagi kita untuk mengimplementasikan politik cerdas berintegritas. Jangan sampai justru kita turut serta masuk dalam lobang hitam, lingkaran kotor tindak pidana pilkada. 
Kita yakin dan percaya bahwa
Pilkada adalah salah satu ciri yang harus ada pada negara demokrasi. Pilkada adalah kesempatan bagi para warga negara untuk memilih pejabat pejabat pemerintah dan memutuskan “apa” yang mereka inginkan untuk dikerjakan oleh pemerintah yang akan dipilih dan terpilih. Dan dalam membuat keputusannya itu warga negara menentukan apakah sebenarnya yang mereka inginkan untuk dimiliki. Maka dengan demikian Pilkada merupakan sarana yang penting untuk rakyat dalam kehidupan bernegara, yaitu dengan jalan memilih wakil-wakilnya yang pada gilirannya akan mengendalikan roda pemerintahan dalam berbuat untuk rakyat.


Penulis adalah: Pemuda Rokan Hulu, Aktivis Kammi, Aktivis Paham juga 
Mahasiswa Pascasarjana UGM


 
 
Redaksi | RSS | Pedoman Media Siber Copyright © 2017 by detakriau.com. All Rights
 
 
22:52 | WARTAWAN DETAK RIAU DIBEKALI KARTU PERS DALAM PELIPUTANNYA, JIKA MENCURIGAKAN HUB 0813-655-81599 - - - -