Rezim Donald Trump Mulai Kekang Kebebasan Pers
Kamis, 26 Januari 2017 - 10:26:29 WIB
 
TERKAIT:
   
 

WASHINGON DC (DetakRiau.com)-Akhir pekan lalu, Donald Trump telah resmi dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). AS yang selama ini dikenal sebagai negara yang memegang teguh kebebasan pers justru terancam ternoda di bawah pemerintahan pengusaha properti asal New York tersebut.

Sejak Trump menduduki kursi kepresidenan, sejumlah wartawan justru ditangkapi polisi dan dikriminalisasi atas laporan yang mereka sampaikan. Mirisnya, laporan itu terkait bentrokan antara massa anti-Trump dengan aparat kepolisian saat upacara pelantikan berlangsung.

Dilansir The Independent, Rabu (25/1), sebagaimana dirilis merdeka.com, dua jurnalis bernama Evan Engel dari situs berita teknologi Vocativ dan Alex Rubenstein dari Russia Today (RT) America ditangkap pertama kali. Mereka dijerat dengan pasal kerusuhan bersama 200 orang lainnya di lokasi yang sama.

Melalui akun Twitter miliknya, Rubenstein mengaku sempat dibutakan oleh granat yang dilemparkan polisi. Kondisi itu membuatnya tidak dapat berbuat banyak hingga dia dijatuhkan dan tangannya diborgol.

Setelah keduanya, empat jurnalis lainnya juga ditangkap di hari yang sama. Mereka adalah Jack Keller, produser situs dokumenter; Matt Hoppar, jurnalis independen yang melakukan siaran langsung via online; Shay Horse, fotografer independen dan aktivis; serta Aaron Cantu, redaktur dan jurnalis majalah The Nation.

Oleh polisi, mereka diancam hukuman 10 tahun penjara dan denda sebesar USD 25.153, atau sekitar Rp 335 juta (dengan kurs USD 1=Rp 13,3 ribu).

Sementara, Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) mengungkap para jurnalis seharusnya dituntut pelanggaran atas Pasal 1332 (b) kode kriminal Washington DC, dengan sanksi maksimal 180 hari penjara dan denda di atas USD 1.000, atau sekitar Rp 13,3 juta.

Sedangkan tuntutan yang dijatuhkan polisi berdasar atas aksi kericuhan yang menyebabkan cedera parah atau kerusakan lebih dari USD 5.000 atau sekitar Rp 66,6 juta, maka keenamnya dikenakan sanksi maksimum.

Keenamnya akan dihadapkan ke Pengadilan Tinggi Washington, dan telah dilepas dengan jaminan hingga sidang selanjutnya pada Februari dan Maret nanti.

Sejak terpilih, Trump memang memusuhi sejumlah media, termasuk di antaranya CNN, BuzzFeed dan lainnya. Media-media itu dianggap telah menyampaikan informasi bohong, bahkan Trump sempat menyerang wartawan mereka dalam jumpa pers pertama jelang pelantikan.

Permusuhan Trump terhadap media terjadi ketika BuzzFeed membocorkan sebuah dokumen rahasia, di mana presiden ke-45 AS itu bakal dimanfaatkan Rusia atas skandal seks yang dilakukannya di Moskow. Rusia sendiri diyakini memiliki banyak rekaman aktivitas seksual Trump sebelum maju dalam Pilpres AS.

Dalam dokumen itu disebutkan bahwa Rusia akan menggunakan rekaman itu untuk kepentingan politik luar negeri mereka. Kebocoran itu disiarkan oleh CNN dan diteruskan beberapa media lokal di AS.

Kriminalisasi terhadap sejumlah wartawan AS ini jarang sekali terjadi di AS, bahkan George W Bush yang memimpin sebelum Barack Obama tak terdengar penangkapan terhadap wartawan, apalagi menghukum mereka atas laporan yang disampaikan.

Kebebasan Pers di AS sendiri dilindungi berdasarkan Amandemen Pertama dalam konstitusi. Meski begitu, keleluasaan pemberitaan dibatasi oleh hukum anti-pencemaran nama baik. (e2)

(f: merdeka.com)

 
 
Redaksi | RSS | Pedoman Media Siber Copyright © 2017 by detakriau.com. All Rights
 
 
22:52 | WARTAWAN DETAK RIAU DIBEKALI KARTU PERS DALAM PELIPUTANNYA, JIKA MENCURIGAKAN HUB 0813-655-81599 - - - -