Kemendag Diminta Cabut Aturan yang Tak Berpihak ke Konsumen
Senin, 20 Februari 2017 - 10:45:52 WIB
 
TERKAIT:
   
 

JAKARTA (DetakRiau.com)-Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta Kementerian Perdagangan untuk mencabut dan membatalkan aturan yang tidak berpihak pada kepentingan konsumen. Selain itu, aturan tersebut juga tidak mendukung perkembangan industri nasional.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengungkapkan, setiap aturan yang tidak memiliki keberpihakan perlindungan terhadap konsumen, maka harus dibatalkan atau dicabut.

Misal, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 87 tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 70 tahun 2015 tentang Angka Pengenal Importir. Beleid ini, seperti diakui asosiasi kosmetik, telah memicu banjir aneka barang impor, termasuk produk kosmetika.

Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetika Indonesia menilai, kebijakan mengecualikan wajib verifikasi bagi sektor kosmetika seperti tertuang dalam beleid itu dinilai tidak tepat. Penghilangan verifikasi impor tidak sejalan dengan semangat untuk menggerakkan industri dalam negeri.

Apalagi, kondisi ekonomi global masih dilanda kelesuan. Membanjirnya produk impor ilegal juga bisa mengancam kondisi fiskal karena barang-barang dari jalur tidak resmi, tidak membayar pungutan bea masuk.

"Semasa Pak Thomas Lembong (di Kementerian Perdagangan) banyak kebijakan ngawur, kurang pas. Oleh karena itu, peraturan yang bertentangan dengan kepentingan konsumen tentu saja harus dicabut. Setiap aturan yang bertentangan dengan uu perlindungan konsumen maka batal demi hukum," ujar Tulus di Jakarta, Senin (20/2), sebagaimana dilansir merdeka.com.

Dia menegaskan, semua barang impor, harus memenuhi semua ketentuan yang diwajibkan pemerintah dan mengikuti aturan. Misal, jika produk kosmetik impor, merujuk pada ketentuan Badan POM.

Menurutnya, banyak produk kosmetik impor yang dikategorikan ilegal jika tak sesuai standar. Untuk itu, dari sisi penegakan hukumnya, harus ada tahapan pengecekan pelabuhan kedatangan barang, maka harus dipertanyakan.

"Kalau ada barang impor yang tidak memenuhi standar kualitas, artinya itu tentu saja barang ilegal, diselundupkan oleh importir. Jika ada kasus seperti itu, harus ada penegakan hukum," jelasnya.

Meski sekarang ini tidak ada larangan impor karena terikat dengan pasar bebas dan juga kerjasama perdagangan Asean, tetap saja, produk atau barang itu harus sesuai dengan standar regulasi yang ada di Indonesia.

"Misal kosmetik, itu kan harus penuhi standar standar tertentu untuk importir sebelum memasukan produk. Jadi, kalau ada kosmetik ilegal tentu harus diproses secara hukum , kenapa produk yang tidak sesuai standar bisa lolos, itu tanggung jawab bea cukai," imbuhnya.

Dia menegaskan, setiap produk yang masuk ke pelabuhan harus dicek betul. Jika produk obat atau kosmetik, maka harus ada kejelasan dan ikut standar dan juga memiliki kejelasan dari sisi kandungan dan efek samping, manfaat, kadaluarsa, termasuk dengaan penggunaan bahasa indonesia.

Untuk itu, ke depan, menurut Tulus, penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk semua produk termasuk produk impor, sudah harus diterapkan. Pasalnya, sekarang ini, juga sifatnya masih sukarela.

"Tentu idealnya semua waji bSNI, cuma sekarang belum dengan alasan mempertimbangkan kepentingan nasional, apakah semua industri sudah siap atau belum," pungkasnya. (e2)

(f: merdeka.com)

 
 
Redaksi | RSS | Pedoman Media Siber Copyright © 2017 by detakriau.com. All Rights
 
 
22:52 | WARTAWAN DETAK RIAU DIBEKALI KARTU PERS DALAM PELIPUTANNYA, JIKA MENCURIGAKAN HUB 0813-655-81599 - - - -