Menyikapi Situasi Penyelenggaraan Negara Akhir-akhir Ini
Sejumlah Cendekiawan dan Akademisi Bentuk Serikat Kedaulatan Berbangsa
Kamis, 16 November 2017 - 16:32:45 WIB
 
TERKAIT:
   
 

Jakarta (DetakRiau.Com) - Sejumlah cendekiawan dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia membentuk Serikat Kedaulatan Bangsa (SKB). 

SK Bangsa ini terbentuk setelah melalui serangkaian seminar, lokakarya dan musyawarah nasional 

SK Bangsa ini akan mendorong berbagai inisiatif agar pengelolaan negara berjalan pada norma tertingginya, termasuk koreksi mendasar atas arah dan kebijakan yang tidak sejalan dengan tujuan tegaknya kedaulatan bangsa.  

"Menyikapi situasi penyelenggaraan negara akhir-akhir ini dan menyongsong satu abad kemerdekaan bangsa Indonesia, para cendekiawan dari berbagai penjuru Indonesia bersepakat membentuk Serikat Kedaulatan Bangsa (SKB). Pembentukan SKB ini sebagai salah satu kesepakatan yang dihasilkan dari serangkaian seminar, lokakarya, dan Musyawarah Nasional dengan tema: Kedaulatan Bangsa (Indonesia) Menyongsong se abad kemerdekaan, yang diselenggarakan di berbagai kota sejak April 2017." terang Ketua Serikat Kedaulatan Bangsa (SKB)  Sudirman Said melalui release yang diterima detakriau.com. Kamis (16/11/2017).

Pembentukan SKB ini, ulas Sudirman, didorong oleh semangat untuk menyegarkan cara-cara pengelolaan kehidupan berbangsa dan bernegara, agar merujuk kembali pada pikiran-pikiran terbaik para perintis kemerdekaan.  

"Dari rangkaian seminar, lokakarya, dan musyawarah nasional yang telah diselenggarakan, para akademisi menangkap dan mengekspresikan sejumlah kondisi yang dapat mengancam kelangsungan dan pencapaian cita-cita kemerdekaan sebagai bangsa yang berdaulat," katanya seraya menegaskan, tdak adanya grand strategi sehingga berbagai urusan fundamental dikerjakan secara adhoc dan oportunistik

Selain itu, pelaksanaan pembangunan terlalu berorientasi pada pembangunan fisik, melupakan penguatan aspek tata nilai, etika, dan jiwa bangsa

"Terlalu kuatnya orientasi politik jangka pendek, mengalahkan kepentingan negara dan bangsa yang lebih bersifat jangka panjang." terang Sudirman.

Disamping itu, katanya, lmahnya penegakan hukum semakin melebarnya kesenjangan ekonomi dan rusaknya lembaga demokrasi. Akibatnya, kualitas dan moralitas kepemimpinan politik tidak mengedepankan etika dan moral. Ini ditandai dengan banyaknya figur bermasalah dalam panggung perpolitikan nasional

Musyawarah Nasional Kedaulatan Bangsa (Indonesia) Menyongsong Seabad Kemerdekaan, diselenggarakan di Jakarta, pada 26 dan 27 Oktober 2017 dan dihadiri oleh lebih dari 174 akademisi, berasal dari 60 perguruan tinggi  seluruh Indonesia.   Musyawarah Nasional dibuka oleh Wakil Presiden RI, H. Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden, Jakarta. 

Musyawarah Nasional diisi oleh para narasumber antara lain Ketua MPR RI, DR (HC) Zulkifli Hasan, Prof Dr. Jimly Asshidiqie, Dr. J. Kristiadi, Dr. Refly Harun, Dr. Khusnul Mariyah, Dr. Onno W. Purbo, dan ekonom Faisal H. Basri, Praktisi  Dr. Willy Sahbandar, dan serta sejumlah tokoh dan pakar lainnya.   Sedangkan Semiloka di Yogyakarta pada bulan April 2017 dihadiri oleh narasumber antara lain: Prof. Dr. Mochtar Pabottingi, Dr. Salim Said, Prof. Dr. Nikmatul Huda, dan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Dr. Haedar Nashir.

Dan pada Kamis (16/11/2017), Pengurus Serikat Kedaulatan Bangsa bertemu Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), DR. Zulkifli Hasan, guna menyampaikan hasil-hasil musyawarah nasional yang meliputi sejumlah gagasan antara lain:

- Perlunya dipikirkan jalan untuk kembali pada norma tertinggi kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

- Perlunya pembaruan dan penataan intitusi demokrasi, yang lebih beorientasi pada tegaknya kedaulatan bangsa; termasuk memikirkan kembali perlunya kehadiran suatu lembaga tertinggi negara. 

- Perlunya memikirkan penguatan fondasi dan arah jangka panjang pengelolaan negara dan bangsa dalam bentuk haluan negara, sebagai pedoman pergerakan bagi seluruh institusi negara.

- Perlunya dipikirkan jalan untuk melahirkan ‘kebijakan drastis’ untuk mengatasi masalah kesenjangan ekonomi dan keadilan sosial yang semakin nyata dan oleh sejumlah pihak disebut sudah pada keadaan ‘lampu kuning’yang dapat membahayakan keutuhan bangsa. 

- Perlunya mencari jalan keluar untuk menyudahi perbedaan dan pertentangan paham dalam mengelola kehidupan kenegaraan; dengan mendorong asas-asas meritokrasi yang universal dan mengedepankan semangat persatuan.(rls/ron)

 
 
Redaksi | RSS | Pedoman Media Siber Copyright © 2017 by detakriau.com. All Rights
 
 
22:52 | WARTAWAN DETAK RIAU DIBEKALI KARTU PERS DALAM PELIPUTANNYA, JIKA MENCURIGAKAN HUB 0813-655-81599 - - - -