Hakim MK Saldi Isra Diadukan ke Majelis Kehormatan soal Ucapan 'Bingung'
Kamis, 19 Oktober 2023 - 21:57:01 WIB
 
Komunitas advokat Lingkar Nusantara (Lisan) adukan hakim MK Saldi Isra.(int)
Komunitas advokat Lingkar Nusantara (Lisan) adukan hakim MK Saldi Isra.

Baca artikel detiknews, "Hakim MK Saldi Isra
TERKAIT:
   
 

Jakarta, detakriau.com - Komunitas advokat Lingkar Nusantara (Lisan) mengadukan hakim konstitusi Saldi Isra ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK). Saldi Isra diadukan atas dugaan pelanggaran kode etik dalam pertimbangannya saat sidang uji materi batas usia capres dan cawapres.

Wakil Ketua Umum Lisan Ahmad Fatoni mengatakan pertimbangan hukum yang disampaikan Saldi dalam sidang uji materi tersebut tidak sesuai prosedur. Dia menilai ucapan Saldi yang mengaku bingung atas putusan MK terkesan tendensius.

"Kenapa kami katakan seperti itu, pertama, dalilnya adalah berangkat dari adanya video yang beredar yang menyampaikan adanya kebingungan terkait putusan tersebut. Menurut kami hal itu adalah sikap yang tendensius," kata Fatoni kepada wartawan di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (19/10/2023).

"Itu tidak sesuai, karena kalau kita berpedoman pada kode etik Mahkamah Konstitusi No 9 Tahun 2006, di mana pada poin empat itu adanya prinsip kepantasan dan kesopanan," jelasnya.

Dia mengatakan seyogianya sebagai pejabat negara dan sesama hakim konstitusi harus saling menjaga, terlebih marwah lembaga dalam hal ini Mahkamah Konstitusi. Fatoni menilai ucapan Saldi dalam pertimbangannya menyinggung salah satu hakim konstitusi lainnya.

"Kami akan membuat pengaduan, kami berharap Bapak Saldi Isra dapat diproses secara etik atau setidaknya bisa diberhentikan dari hakim konstitusi," imbuhnya, dilansir detik.com.

Pada kesempatan yang sama, Ketum Lisan Hendarsam Marantoko menilai pertimbangan hukum dissenting opinion yang dilakukan Saldi mengarah pada aspek non-yuridis. Dia mengatakan sebagai hakim konstitusi memberikan aspek yuridis dalam putusannya.

"Harusnya sifanya sifat yuridis ya. Tapi ini aspek yuridisnya bahwa 'saya bingung', 'kok tiba-tiba seperti ini', 'saya pengalaman kurang lebih enam tahun di MK baru ada kejadian seperti ini', aspek-aspek ini bukan aspek yuridis," ungkapnya.

detikcom mencoba mengkonfirmasi perihal pengaduan tersebut kepada juru bicara (Jubir) Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono. Namun, belum ada respons.

Empat hakim konstitusi berbeda pendapat atau dissenting opinion dalam putusan ini. Hakim konstitusi tersebut ialah Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo. Dalam pertimbangannya, Saldi Isra mengaku heran atas perubahan putusan MK yang dinilai sangat cepat.

"Saya hakim konstitusi Saldi Isra memiliki pandangan berbeda atau dissenting opinion. Menimbang bahwa terhadap norma yang termaktub dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang 7/2017 amar putusan Mahkamah Konstitusi nomor 90/PUU-XXI/2023 a quo menyatakan 'persyaratan menjadi calon presiden dan wapres adalah q: berusia paling renda 40 tahun', dimaknai menjadi 'persyaratan menjadi capres dan cawapres adalah q 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pilihan kepala daerah'," ujar Saldi Isra di sidang MK, Senin (16/10).

Saldi, yang juga Wakil Ketua MK, mengaku bingung soal adanya penentuan perubahan keputusan MK dengan cepat. Menurutnya, hal tersebut jauh dari batas penalaran yang wajar.

"Bahwa berkaitan dengan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tersebut, saya bingung dan benar-benar bingung untuk menentukan harus dari mana memulai pendapat berbeda (dissenting opinion) ini. Sebab, sejak menapakkan kaki sebagai Hakim Konstitusi di gedung Mahkamah ini pada 11 April 2017, atau sekitar enam setengah tahun yang lalu, baru kali ini saya mengalami peristiwa 'aneh' yang 'luar biasa' dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar: Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat," paparnya.

"Sebelumnya, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU XXI/2023, Mahkamah secara eksplisit, lugas, dan tegas menyatakan bahwa ihwal usia dalam norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 adalah wewenang pembentukan Undang-Undang untuk mengubahnya. Padahal, sadar atau tidak, ketiga putusan tersebut telah menutup ruang adanya tindakan lain selain dilakukan oleh pembentuk undang-undang," sambungnya.

Saldi mengakui MK memang pernah mengubah keputusan yang dibuatnya. Namun, kata dia, perubahan itu tidak dilakukan secara cepat seperti dalam perkara ini.

"Apakah Mahkamah pernah berubah pendirian? Pernah, tetapi tidak pernah terjadi secepat ini, di mana perubahan terjadi dalam hitungan hari. Perubahan demikian tidak hanya sekadar mengesampingkan putusan sebelumnya, namun didasarkan pada argumentasi yang sangat kuat setelah mendapatkan fakta-fakta penting yang berubah di tengah-tengah masyarakat," ungkapnya.

"Pertanyaannya, fakta penting apa yang telah berubah di tengah masyarakat sehingga Mahkamah mengubah pendiriannya dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 dengan amar menolak sehingga berubah menjadi amar mengabulkan dalam putusan a quo?" imbuh Saldi.

Saldi lantas mengatakan rapat musyawarah hakim (RPH) pada 19 September 2023 memutuskan perkara nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023. Saat itu, Ketua MK Anwar Usman tidak hadir dalam RPH.

"Hasilnya, enam hakim konstitusi sebagaimana amar putusan MK nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 sepakat menolak permohonan, tetap memposisikan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagai kebijakan hukum terbuka pembentuk UU, sementara itu dua hakim konstitusi lain memilih sikap berbeda," jelasnya.(dtc/*)



 
 
Redaksi | RSS | Pedoman Media Siber Copyright © 2017 by detakriau.com. All Rights
 
 
22:52 | WARTAWAN DETAK RIAU DIBEKALI KARTU PERS DALAM PELIPUTANNYA, JIKA MENCURIGAKAN HUB 0813-655-81599 - - - -