34 Tahun Sudah, Pertikaian Nelayan Rawai dan Jaring Batu Belum Juga Terselesaikan
PEKANBARU (DEtakRiau.com)-Hingga kini, Peraturan Daerah (Perda) yang dirancang dan diterbitkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau bersama Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanlut) Provinsi Riau dinilai belum cukup tegas untuk memutus pertikaian antara nelayan rawai dan nelayan jaring batu.
Konflik ini pun berkepanjangan selama 34 tahun sejak tahun 1983 tanpa penyelesaian dan regulasi yang tegas dari pemerintah, baik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) maupun Pemprov Riau.
'Kami sudah menaruh perhatian pada konflik ini, sejak awal turun ke sana. Bahkan, Selasa (7/2/2017) kemarin, kami bersama tim pansus DPRD turun ke Kabupaten Bengkalis untuk mendengarkan aspirasi nelayan rawai,' kata Pelaksana tugas (Plt) Kepala Diskanlut Provinsi Riau, Nafilson kepada GoRiau.com di Pekanbaru, Jumat (10/2/2017).
Diuraikan Nafilson, sejak terjadi konflik pertama pihaknya telah menurunkan tim investigasi dan menyosialisasi UU Nomor 45 Tahun 2009 dan PermenKP Nomor 79 Tahun 2016 yang mengatur tentang alat penangkapan ikan.
'Konflik kedua ketika kapal jaring batu ditangkap nelayan rawai, kami lekas menurunkan tim penyidik PPNS Diskanlut dengan Satpol air. Melibatkan Danlanal setempat juga,' kisahnya.
Terhitung sejak konflik ini terjadi, setidaknya telah memakan korban jiwa dan korban luka, baik secara fisik dan psikis. Tercatat pada tahun 2006 konflik antar nelayan memakan lima korban nelayan meninggal dunia dan puluhan warga luka-luka.
Secara terpisah, verifikasi alat tangkap jaring batu pun telah dilakukan langsung oleh Tim Balai Besar Penangkap Ikan (BBPI) dari Kementerian Perikanan dan Kelautan yang turun ke Bengkalis beberapa waktu lalu.
'Kami juga sedang menyusun Ranperda tentang izin penangkapan ikan bersama DPRD Provinsi Riau,' aku Nafilson.
Ditemui secara terpisah, Ketua Solidaritas Nelayan Kabupaten Bengkalis (SNKB), Abu Samah kepada GoRiau.com di Sekretariat Walhi Riau, Jalan Cempedak Pekanbaru, Kamis (2/2/2017) mengungkapkan kekecewaannya atas ketidaktegasan pemerintah dalam menerapkan penegakan hukum.
'Lemahnya perhatian pemerintah dalam pengawasan dan penegakan hukum menjadi faktor utama konflik terjadi sudah lebih dari 30 tahun,' kata Abu Samah.
Lanjutnya, aktivitas tangkap jaring batu terus berlangsung hingga kini menyebar sepanjang wilayah perairan Kabupaten Bengkalis. Ini mengakibatkan nelayan tradisional yang berada di Kecamatan Bantan, Kecamatan Bengkalis, Kecamatan Bukit Batu, Kecamatan Siak Kecil, Kecamatan Rupat, dan Kecamatan Rupat Utara tidak mendapatkan hasil tangkapan ikan.
'Kami hanya ingin memperjuangkan hak kami sebagai nalayan lokal. Kami juga punya keluarga yang harus dihidupi,' kata Abu.
Disampaikan Abu, bahwa kenyamanan dan keamanan nelayan tradisional di Bengkalis dalam mencari nafkah pun menjadi terancam. Tak ayal, banyak nelayan yang menganggur dan beberapa diantaranya harus pontang-panting beralih profesi lantaran tidak mendapatkan apa-apa saat melaut karena ikan semakin susah didapat.
'Kami sering pulang melaut dengan tangan hampa. Jumlah ikan kurau dan ikan malung semakin susah didapat,' urainya. (e2)
Ilusrasi. (f:int)